Laman

Tokoh Di Balik Perkembangan Sidenreng Rappang

Maju mundurnya sebuah daerah memang tergantung pada sosok yang menahkodainya. Beruntung bagi Sidenreng Rappang, karena sekian lama rentang waktu perjalanannya, daerah ini selalu dinahkodai oleh putra terbaik sehingga mampu mengantar SIdenreng Rappang melalui masa-masa sulit. Mereka adalah pemeran sejarah dari sebuah episode negeri yang selalu gelisah untuk lebih maju.

Berawal dari A. Sapada, bupati pertama yang sukses menahkodai Sidenreng Rappang selama kurun waktu enam tahun, terhitung dari tahun 1960 – 1966. Kendati pun dikenal berdarah biru dari cucu raja Rappang dan raja Sidenreng, A. Sapada tetaplah berjiwa nasionalis. A. Sapada malah sukses meniti
karir di dunia militer dengan pangkat letnan satu.

A. Sapada juga disebut-sebut sebagai sosok yang sukses menanam benih-benih pembangunan di Sidenreng Rappang. Bagaimana tidak, sebagai bupati pertama di era yang serba kacau, otomatis A. Sapada hanya bermodalkan semangat. Belum ada fasilitas apa-apa. Bisa dibilang A. Sapada memulai dari nol. Kekacauan akibat gangguan gerombolan pemberontak masih kerap terjadi dimana-mana. Praktis kesempatan untuk melakukan pembenahan selalu terganggu. Bahkan untuk berkantor saja, A. Sapada harus rela menggunakan bekas gudang padi. Belum lagi kas yang masih kosong melompong. Tapi dalam kodisi seperti itu Sapada tetaplah maju.

Awal bangkitnya orde baru, Nahkoda Sidenreng Rappang harus berganti. Kali ini dipegang oleh H. Arifin Nu’mang. Tepatnya mulai tahun 1966 – 1978. Sosok Arifin dikenal sebagai keluarga pejuang. Ayahnya bernama La Nu’mang adalah seorang penasehat kelasyakaran Ganggawa yang menghembuskan nafas terakhirnya di ujung senapan Westerling.

Arifin kemudian dikenal sukses menyeimbangkan roda pembangunan yang menitik beratkan pada sektor pertanian. Tradisi tudang sipulung dikenal sebagai senjata Arifin dalam memajukan sektor pertanian dengan keberhasilannya menggunakan pola bertani yang menggunakan pendekatan modern. Pola itu pulalah yang menghantarkan Sidenreng Rappang pada posisi puncak produsen padi di Sulawesi Selatan dengan sebutan Lappo Ase.
Pasca Arifin Nu’mang, lagi-lagi Sidenreng Rappang beruntung. Sebab penggantinya juga tak kalah hebatnya, yakni H. Opu Sidiq. Kader militer ini bahkan menahkodai Sidenreng Rappang hingga dua periode, 1978 -1983 dan 1983 – 1988. Opu Sidiq sangat sangat populer hingga kalangan bawah, dia merakyat dimana-mana. Banyak orang menyebutnya sebagai bupati murah senyum. Dia dikenal rajin menghadiri setiap ada hajatan rakyatnya.

Masa 10 tahun menjabat bupati mengharuskan Opu melepas tonggak kekuasaan ke penggantinya H. M. Yunus Bandu. Terhitung sejak 1988-1993. Dia menitikberatkan pembangunan yang bersendikan kebersamaan dan disiplin tinggi terus dipupuk sehingga masyarakat terus berpartisipasi tanpa merasa adanya paksaan.

Usai jabatan Yunus, nahkoda kemudian dipegang oleh birokrat, Drs. H. Salipolo Palaloi. Dia dipercaya menjadi bupati Sidenreng Rappang tahun 1993 – 1998. Gaya kepemimpinan sipil Salipolo tetap menggunakan kebijaksanaan yang berkesinambungan. Di era Salipolo ini pulalah, penghargaan akan kesuksesan dalam membangun daerah disematkan Prasapya Purna Karya Nugraha.

Bersamaan runtuhnya orde baru, muncul pula pemimpin baru, kali ini dipegang oleh A. Sunde Parawansa, SH. Pamong yang juga merupakan putra asli Sidenreng Rappang. Dia dipercaya menahkodai Sidenreng Rappang sejak tahun 1998 – 2003. Sementara otonomi daerah bergulir, pucuk kepemimpinan pun berganti. Kali ini yang dipercaya memegang kekuasaan adalah H. A. Ranggong didampingi wakilnya H. Musyafir Kelana.

Kemudian pada tahun 2009 berlaku otonomi daerah dimana kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat. Dan pada tahun ini terpilih bupati H. Rusdi Masse dan wakilnya H. Dollah Mando yang akan memerintah selama periode 2009 – 2014. H. Rusdi Masse dikategorikan sebagai bupati termuda di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar